Oleh : Kwek Li Na

Kusandarkan punggungku ke kepala ranjang. Kuusap-usap mataku. Lelah sudah Kubolak balik tubuhku, tak juga membuat mataku terlelap. Sudah jam 2 pagi.
Sepagi ini apa yang bisa kulakukan.
Kutekan-tekan angka-angka yang tertera di remote televisi. Namun tak satu acaramu yang membuatku tertarik.
Akhirnya, kunyalahkan laptop kesayanganku. Mau menulis, ide rasanya mentok. Ibarat seorang yang berjalan tiada arah, yang tiba-tiba di depannya sudah berhadapan dengan jurang.
Aku berkelana di internet. Kuclick ke sana kemari. Kudengar lagu dari youtube. Kulihat juga model-model baju terbaru untuk musim panas. Ah! kenapa hatiku kosong. Kesunyian benar-benar telah menyergap jiwaku.
Aku sudah berjanji dalam hati untuk sementara waktu tak membuka facebook. Hanya dengan begitu aku bisa melupakanmu.
***
Sejak tahun lalu aku mengenal facebook. Sebuah situs jejaring sosial yang sangat populer saat itu.
Mulailah kupelajari, bagaimana membuat ikun. Bagaimana bersahabat. Bahkan kucoba juga mulai menulis kisah-kisah keseharianku.
Salah satu tulisanku...yang memperkenalkan kita. Terjadilah diskusi kecil hingga mengakrabkan kita.
Berbagi sapaan. Berkirim tulisan sudah menjadi sebuah rutinitas yang semakin membuat makin dekat.
Perlahan-lahan ada sebuah ketergantungan dari diriku. Merasa ada yang kurang tanpa sapamu. Ada yang tak menarik tanpa komentarmu.
Dari saling berbalas inbok, chatting hingga akhirnya saling bertukar nomer ponsel. kita sungguh membuat Taiwan-Indonesia tak lagi berjarak.
***
Tanpa ada ikatan ataupun pernyataan apapun kita menjalani persahabatan ini dengan kegembiraan. Mulailah kita saling masuk dan lebih mengenal pribadi.
Aku jatuh cinta padamu. Sosok yang hanya aku kenal lewat foto-foto yang engkau upload dan suara yang terhubung oleh ponsel. Kita sama sekali tidak pernah bertemu. Tapi bisa begitu dekat.
Memang pernah aku mendengar, dari perkenalan di dunia maya, akhirnya menjadi sepasang kekasih dan menikah. Namun tak pernah sebelumnya terpikir olehku, jika kelak aku mencintai seseorang dari dunia maya. Karena aku sama sekali tak mudah untuk jatuh cinta.
Sejak gagal di cinta pertama dan penghianatan di cinta kedua, membuatku lebih menarik diri dari dunia cinta. Aku lebih bahagia bersahabat.
Namun sejak bertemu denganmu. Ada sesuatu yang lain. Ada rasa yang sanggup menggetarkan dinding hatiku. Ada kerinduan yang tak tertahan saat sehari tak saling bersapa.
Kututup ikun sementara, untuk menyakinkan diri, benarkah aku telah jatuh hati padamu?
Kerinduan seakan-akan menendang-nendang dadaku.
***
Pengakuanmu malam itu membuatku tersentak. Apa yang mesti aku lakukan?
Sejak dikhianti oleh mantanku, dalam hatiku aku bersumpah tak akan pernah berselingkuh. Aku tahu bagaimana rasa sakit dikhiati. Aku tak ingin terjadi pada orang lain.
"Ya, Tuhan...apa yang mesti aku lakukan. Aku mencintai pria yang sudah beristri yang telah dikarunia tiga putri?"
3 hari aku mendiamkanmu. Aku tak menjawab semua pesan di inbok. Tak menerima telponmu.
Jiwaku bingung.
Untuk kesekian kali kerinduan ini, seperti mencabik-cabikku. Kali inii aku kalah. Aku kalah oleh keinginan hati yang kukatakan cinta.
Aku memilih kita tetap bersama, saling mengisi dan tidak untuk menyakiti siapapun. Termasuk istri dan anak-anakmu.
" Sayangi istrimu, lebih dari sebelumnya." pintaku.
Kamu menganggukan kepala, menyetujuinya.
Entahlah, semua ini, apakah ujian ataukah sebuah proses perjalanan kehidupan yang mesti aku jalanin, sungguh aku tidak mengerti.
Dengan semampuku, aku mengisi kebersamaan ini. Satu persatu masalah kehidupanmu mulai bermunculan. Semakin membuatku merasa, aku tak boleh meninggalkanmu. Mungkin semua ini adalah misiNya mengirimku untukmu. Menemani melewati satu demi satu pergumulan hidup ataukan ini karma dari perbuatan kita bisik hatiku. Selalu ada perang bathin yang membuatku bingung.
Pergi ataukah bertahan?
***
Dalam kebersamaan ini, tak jarang juga pertengkaran terjadi. Namun semua akan baik lagi, bahkan perhatian kita lebih dari semula.
Hingga aku yakin hati dan cintaku sepenuhnya untukmu. Meski aku tahu kelak, kisah ini tak akan pernah menuju pelaminan. Aku sadar sangat sadar akan hal ini.
Kita menjalani kisah ini seperti air mengalir yang kelak entah akhirnya bermuara ke mana.
***
Malam itu pertengkaran hebat terjadi yang bermula dari persoalan sepele. Fotomu yang engkau kirim kepadaku, kuupload di facebook bersama. Mungkin kita sama-sama capek dan kita merasa pendapat masing-masinglah yang paling benar. Aku merasa engkau tidak mempercayaiku karena foto-foto itu sudah kusetting hanya pemilik ikun yang bisa melihatnya. Dan engkau merasa aku terlalu berani mengambil resiko.
Mulailah kita dengan aksi diam.
Pagi-pagi kubaca pesanmu. Meminta maaf. Aku yang terlanjur kesal malah nyerocos mirip kereta api.
Kini engkau yang diam.
Sehari...
dua hari...
bahkan telah seminggu
Sungguh. Diammu menyiksaku.
Hingga kutulis pesan di inbokmu. " Terimakasih untuk diammu. Terimakasih untuk waktumu setahun ini. Meski berhias gundah dan airmata namun tahun ini adalah tahun terindah dalam hidupku. Aku menyadari, aku tak pantas engkau cintai dan tak layak mencintaimu."
Sejak saat itu tak pernah ada lagi kabarmu.
***
Mulailah hariku dengan keresahan. Penyesalan mulai merambat. Namun suara bathinku juga mulai bermunculan.
" Biarkan dia kembali pada keluarganya. Waktumu setahun bersamanya, dihias makna yang lebih indah bahkan dari 10 tahun arti pernikahan mereka."
Aku merenung. Menatap angkasa.
Malam ini hanya ada dua bintang yang menemani bulan. Dengan letak yang berjauhan. Seperti hati kita.
Ingin rasanya kutusuk bulan yang terang di angkasa...lalu kuharap berhamburan jawaban, yang memberitahuku...
Yang tersisa di hatimu...kerinduan padaku ataukah cinta yang telah menjadi kebencian.


0 komentar:

Posting Komentar